Minggu, 30 November 2008

OBSGIN

PERUBAHAN POLA MENSTRUASI PADA 9 BULAN PERTAMA PENGGUNAAN KONTRASEPSI SUNTIK DEPO MEDROKSI PROGESTERON ASETAT (DMPA)
PADA AKSEPTOR KB DI KODYA YOGYAKARTA

Derison Marsinova

Latar Belakang Masalah
Masalah kesehatan yang berhubungan dengan penggunaan kontrasepsi lebih banyak dikemukakan oleh peserta kontrasepsi hormonal yaitu pil, suntik dan implant. Pemberian kontrasepsi suntik sering menimbulkan perubahan pada siklus menstruasi. Sampai saat ini belum tersedia satu metode kontrasepsi yang benar-benar 100% ideal atau sempurna. Metode suntik mempunyai angka kegagalan secara teori 0,25 % dan secara praktek 3 – 5 %, dan efek samping gangguan haid, berat badan bertambah, sakit kepala dan pada sistem kardio vaskuler efeknya sangat sedikit (Hartanto, 1994)¹. Walaupun mempunyai dayaguna tinggi dan pelaksanaannya mudah, kontrasepsi suntikan mempunyai efek samping terutama mengganggu siklus menstruasi (Sarwono, 2000)². Akseptor memutuskan melanjutkan atau menghentikan tergantung pada motivasi dasarnya untuk menjalankan KB dan juga pengalamannya terhadap suatu metode dengan mempertimbangkan terhadap efek samping penggunaannya. Efek samping depo medroksi progesteron asetat (DMPA) berupa gangguan siklus menstruasi yang tidak teratur pada awal suntikan dan amenore setelah 2 – 3 kali suntikan (Bangun, 1996)³.
Tinjauan Pustaka
Kontrasepsi berasal dari kata berarti mencegah atau melawan, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel sperma yang mengakibatkan kehamilan. Jadi kontrasepsi ialah menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan. Jenis kontrasepsi suntik kontrasepsi suntikan yang hanya mengandung progestin ada dua macam yaitu: depo medroksiprogesteron asetat (DMPA), mengandung 150 mg DMPA, yang diberikan setiap 3 bulan dengan cara disuntik intramuscular serta depo noretisteron enantat (Depo Noristerat), yang mengandung 200 mg noretindron enantat, diberikan setiap 2 bulan dengan cara disuntik intramuskular (BKKBN, 2003)4.
Ciri khas kedewasaan wanita ialah adanya perubahan siklik pada alat kandungannya sebagai persiapan untuk kehamilan. Suatu proses yang kompleks dan harmonis yang meliputi serebrum, hipotalamus, hipofisis, alat-alat genital, korteks adrenal, glandula tireodea dan kelenjar-kelenjar lain. Siklus menstruasi adalah serangkaian periode dari perubahan yang terjadi berulang pada uterus dan organ-organ yang dihubungkan pada saat pubertas dan berakhir pada saat menopause. Siklus tersebut bervariasi dari 18 sampai 40 hari, rata-rata 28 hari. Siklus menstruasi kadang-kadang digambarkan pada istilah siklus uterus dan ovarium karena perubahan yang bersamaan yang terjadi pada organ-organ tersebut (Hamilton, 1995)5.
Macam-macam abnormalitas menstruasi dapat digolongkan
1. Banyaknya darah dan lamanya perdarahan :
a.Hipermenorhea/ menorhagia.
b.Hipomenore. c.Amenore : tidak datangnya haid.
2. Kelainan siklus
a. Polimenore.
b. Oligo menore.
c. Perdarahan di luar haid.
3. Perdarahan diluar haid : metrorhagia.
4. Gangguan lain yang ada hubungan dengan menstruasi.
a. Premenstruasi tension
b. Mastodinia
c. Mittscherz
d.Dismenore (Sarwono, 2000)
Metodelogi Penelitian
Jenis penelitian ini bersifat deskriptif dengan rancangan penelitian cross sectional study, jenis penelitian yang digunakan dengan pendekatan History kohort. Lokasi penelitian dilakukan di Puskesmas-puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Kodya Yogyakarta. Populasi adalah keseluruh subyek penelitian (Arikunto, 2002)6. Pemilihan sampel menggunakan metode propotional sample, yang diambil berdasarkan pertimbangan peneliti (Sugiyono, 1999)7. Penelitian ini variabel yang akan diukur adalah adalah perubahan pola menstruasi sebagai variabel terikat. Variabel bebasnya adalah akseptor keluarga berencana suntik depo medroksi progesteron asetat (DMPA) dalam 9 bulan pertama penggunaan. Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner ( Angket ). Pertanyaan yang diberikan berupa pertanyaan yang tertutup dan di jawab langsung oleh responden tanpa diwakilkan pada orang lain. Kuesioner kontrasepsi berisi 13 item pertanyaan yang berhubungan dengan pemakaian kontrasepsi suntik depo medroksi progesteron asetat (DMPA). Kuesioner siklus menstruasi berisi 8 item pertanyaan yang berhubungan dengan perubahan pola menstruasi sebelum dan sesudah pemggunaan kontrasepsi depo medroksi progesteron asetat yang meliputi: panjangnya siklus menstruasi, lamanya perdarahan menstruasi, banyaknya peradarahan menstruasi, mengalami atau mengalami menstruasi. Uji Validitas dan Reliabilitas rumus korelasi "product moment", Arikunto (2002). Analisis data dilakukan setelah data terkumpul analis Univariat dan analisis bivariat. Analisis bivariabel yang digunakan adalah analisis Chi Square dengan menghubungkan variabel bebas dan dengan variabel terikat. Hasil analisis ini terbagi atas hubungan perubahan pola menstruasi dalam 9 bulan pertama pemakaian akseptor metode suntik DMPA. Analisis data dilakukan untuk mengetahui keeratan hubungan tersebut menggunakan interprestasi terhadap koefisien korelasi (Sugiyono, 2004)7.
Hasil dan Pembahasan
Tehnik analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis tentang hubungan variabel bebas terhadap variabel terikat dengan tabel 2x2 dan kepercayaan 95%, uji statistik yang digunakan adalah analisis Chi Square
Analisis statistik terdapat hubungan yang bermakna atau signifikan (p<0,05)>0,05) terhadap perubahan pola menstruasi. Pekerjaan tidak ada pengaruh risiko terhadap perubahan pola menstruasi setelah penggunaan DMPA.
Pada tabel 3 terlihat jumlah anak setelah dilakukan analisis statistik terdapat hubungan yang tidak bermakna (þ>0,05) antara jumlah anak terhadap perubahan pola menstruasi . Jumlah anak tidak pengaruh terhadap pola menstruasi setelah.
Pola menstruasi setelah dilakukan analisis statistik terdapat hubungan yang bermakna
Ke Blog Utama.www. pkmwairoro.com

MOTIVASI, KEPATUHAN DAN IQ

HUBUNGAN MOTIVASI, KEPATUHAN DAN INTELIGENSI DALAM PEMBELAJARAN LABORATORIUM TEKNIK KEPERAWATAN DASAR
DENGAN KEMAMPUAN KETERAMPILAN KLINIK: KDM II
MAHASISWA DI LABORATORIUM AKADEMI KEPERAWATAN



Jemas Kifen Roget Maay

LATAR BELAKANG
Akademi Keperawatan (Akper) Panti Rapih merupakan lembaga pendidikan tinggi keperawatan swasta katolik yang dikelola oleh Yayasan Panti Rapih dan merupakan konversi dari sekolah perawat Panti Rapih yang sudah berdiri sejak tahun 1939. Dasar hukumnya adalah UU No 22 Tahun 1961 tentang perguruan tinggi.
Tujuan program pendidikan adalah untuk menghasilkan tenaga Ahli Madya Keperawatan sebagai perawat profesional pemula yang memiliki sikap dan perilaku luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan keperawatan, serta mampu melaksanakan peran dan fungsi dalam pelaksanaan asuhan keperawatan, pengelola pelayanan keperawatan, pendidikan keperawatan serta penelitian dan pengembangan ilmu keperawatan. 1
Kegiatan pembelajaran laboratorium merupakan proses pembelajaran keterampilan yang sangat membantu mahasiswa dalam mampersiapkan diri untuk melaksanakan praktek di klinik/rumah sakit. Pelaksanaannya diharapkan mahasiwa menguasai keterampilan-keterampilan berdasarkan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Pembelajaran laboratorium merupakan aplikasi atau penerapan dari teori dan konsep-konsep yang telah diperoleh di kelas dan merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dengan kegiatan proses belajar mengajar praktek (Sumiati,1995).2
Permasalahan-permasalahan yang sering ditemukan di lahan praktek yang berhubungan dengan pembelajaran laboratorium diantaranya dikemukakan oleh Abbatt (1992), disebutkan bahwa sering dokter dan petugas kesehatan/parawat senior mengeluh tentang mahasiswanya yang telah menyelesaikan pendidikan, mereka mengetahui banyak teori, akan tetapi tidak bisa menerapkannya. Mahasiswa D III keperawatan memiliki pengetahuan tetapi mereka kurang memiliki keterampilan. Aniroh (2000), mengatakan bahwa mahasiswa Akper belum mempunyai kemampuan yang cukup dalam menerapkan keterampilan yang diperoleh selama perkuliahan.3
Motivasi dan kepatuhan merupakan konsep yang relevan dengan perilaku kesehatan peserta didik. Kepatuhan pada program kesehatan merupakan perilaku yang dapat diobservasi dan dengan begitu dapat langsung diukur. 4 Motivasi, bagaimanapun merupakan prekursor untuk tindakan yang dapat diukur secara tidak langsung melalui konsekuensi atau hasil yang berkaitan dengan perilaku.5
Pada umumnya orang berpendapat bahwa inteligensi merupakan bakal potensi yang akan memudahkan dalam belajar dan pada gilirannya akan menghasilkan performansi yang optimal. 6

SUBJEK DAN METODE
Subjek penelitian adalah Mahasiswa Tingkat II (dua) semester III (tiga) kelas regular Akademi keperawatan Panti Rapih Tahun Ajaran 2003/2004. Sampel penelitian dipilih berdasarkan kriteria inklusif mahasiswa dalam mengikuti pembelajaran praktikum di laboratorium. Jumlah keseluruhan mahasiswa semester III Tahun Ajaran 2003/2004 sebanyak 121 orang diambil hanya 45 orang sebagai subjek penelitian, dipilih 15 orang dari masing-masing kelas secara random sampling dengan mengundi, dimana kesempatan menjadi sampel untuk seluruh mahasiwa sama besar. 7 Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian deskriptif analitik, sedangkan rancangan penelitiannya menggunakan Retrospektif.8 Pengumpulan data untuk motivasi dan kepatuhan dengan kuesioner sedangkan untuk data inteligensi dengan alat ukur inteligensi (test IQ) yang dilakukan oleh ahli Psikologi Fakultas Psikologi UGM dengan menggunakan test wechsler. Adapun tujuannya secara umum untuk mengetahui bagaimana hubungan motivasi, kepatuhan dan inteligensi dalam proses pembelajaran laboratorium teknik keperawatan dasar dengan kemampuan keterampilan klinik mahasiswa di laboratorium Akper Panti Rapih, secara khusus untuk mengetahui hubungan motivasi dengan pembelajaran ketrampilan klinik, mengetahui hubungan kepatuhan dengan pembelajaran ketrampilan klinik, mengetahui hubungan Inteligensi dengan pembelajaran ketrampilan klinik mahasiswa di Laboratorium Akper Panti Rapih.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Untuk motivasi dengan kemampuan ketrampilan klinik mahasiswa Akper Pantih Rapi diperoleh motivasi baik (100%) dan utntuk motivasi kurang (0%) korelasi (0,300) rendah, Hasil ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Masini (2003) dan teori Maslow, cit.Bastable, (2002) teori tentang motivasi manusia, Untuk kepatuhan dengan kemampuan ketrampilan klinik diperoleh nilai kepatuhan; patuh (95,5%) dan tidak patuh (4,44%) korelasi (0,319) rendah, Hasil ini didukung oleh teori Bastable, (2002), Untuk inteligensi dengan kemampuan ketrampilan klinik diperoleh nilai inteligensi; very superior (17,8%), superior (44,4%), cukup (20%), sedang (17,8%) korelasi (0,445) sedang, Hasil ini didukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Petrus (2003) dan teori inteligensi Stoddard, cit, Saifuddin Azwar, (1996), kemampuan ketrampilan klinik; sangat baik (2,22%), baik (60%), cukup baik (37,7%) kurang baik (0%).

KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan

Beberapa kesimpulan yang dapat disimpulkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Motivasi mahasiswa untuk 45 responden didapatkan hasil motivasi 100 % dengan ketegori baik. Sedangkan untuk uji hipotesis terdapat hubungan yang bermakna antara Motivasi dengan Kemampuan Ketrampilan klinik, dengan tingkat kemaknaan rendah dan nilai koefisien korelasi (r) 0,300 dan nilai signifikan (p) = 0,045.
2. Kepatuhan mahasiswa untuk 45 responden didapatkan hasil 95,5 % patuh dan 4,44 % tidak patuh. Sedangkan untuk uji hipotesis terdapat hubungan yang bermakna antara Kepatuhan dengan Kemampuan Ketrampilan klinik, dengan tingkat kemaknaan rendah dan nilai koefisien korelasi (r) 0,319 dan nilai signifikan (p) = 0,033.
3. Inteligensi mahasiswa untuk 45 responden sebagian besar dengan ketegori veri superior 17,8 %, superior (44,4 %), cukup (20 %) dan sedang (17,8 %). Sedangkan untuk uji hipotesis terdapat hubungan yang bermakna antara Inteligensi dengan Kemampuan Ketrampilan klinik, dengan tingkat kemaknaan moderat atau sedang dan nilai koefisien korelasi (r) 0,445 dan nilai signifikan (p) = 0,002.
B. Saran
Adapun saran yang peneliti sampaikan pada kesempatan ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi Institusi Pendidikan
- Dari hasil penelitian ini didapatkan hasil bahwa untuk inteligensi sangat berpengaruh besar terhadap kemampuan ketrampilan klinik mahasiswa sehingga disarankan kepada institusi pendidikan agar dalam menerima mahasiswa baru dapat memberikan test inteligensi/IQ bagi mahasiswa baru dan diharapkan dapat memberikan hasil yang baik bagi institusi.
2. Untuk Mahasiswa
Lebih meningkatkan minat dan kemampuan berketrampilan klinik.
3. Untuk peneliti yang ingin melanjutkan penelitian ini
- Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian retrospektif sehingga diharapkan kepada peneliti lain yang ingin melanjutkan penelitian ini dapat menggunakan rancangan prospektif.
- Pada penelitian ini peneliti hanya meneliti faktor psikologi yaitu Inteligensi, Motivasi dan Kepatuhan terhadap kemampuan ketrampilan klinik KDM II, sehingga diharapkan kepada peneliti lain yang ingin melanjutkan penelitian ini dapat meneliti faktor-faktor lain yang juga dapat mempengaruhi ketrampilan klinik.

DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (DIKTI), 1999, Kurikulum Nasional, Jakarta.

2. Prabowo T, Pembelajaran Ketrampilan Klinik, 2000, EGC, Jakarta.

3. Abatt. F.R and Mc. Mohon, 1992, Teaching Health Care Workers Published by Machillan Education, London.

4. Sardiman A.M, 2001, Interaksi dan Motivasi Belajar, Rajawali Prees, Jakarta.

5. Bastable B. Susan, 2002, Perawat Sebagai Pendidik: Prinsip-Prinsip Pengajaran dan Pembelajaran, EGC, Jakarta.

6. Azwar Saifuddin, 2002, Pengantar Psikologi Inteligensi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

7. Arikunto S, 2002, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi V, PT Rineka Cipta, Jakarta.

8. Sugiyono, 2004, Statistik Untuk penelitian, Cetakan Keenam, Alfabeta, Bandung.

KEMBALI KE BLOG UTAMA

Minggu, 16 November 2008

ASUHAN GAGAL GINJAL KRONIK

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN
DALAM MENGURANGI ASUPAN CAIRAN PADA PENDERITA
GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISIS
DI RSUD Dr. H. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG
Oleh : Akhmad Sapri

LATAR BELAKANG

Gagal ginjal kronik (GGK) adalah merupakan menurunnya fungsi ginjal yang berlangsung lama dan bertahap, sifatnya progresif dengan kreatinin klirens1. Penurunan atau kegagalan fungsi ginjal berupa fungsi ekskresi, fungsi pengaturan, dan fungsi hormonal dari ginjal. Sebagai kegagalan sistem sekresi menyebabkan menumpuknya zat-zat toksik dalam tubuh yang kemudian menyebabkan sindroma uremia. Terapi pengganti pada pasien GGK dapat mempertahankan hidup sampai beberapa tahun. Salah satu terapi pengganti adalah Hemodialisis (HD) yang bertujuan menggantikan fungsi ginjal sehingga dapat memperpanjang kelangsungan hidup dan memperbaiki kualitas hidup pada penderita gagal ginjal kronik.
Pasien Hemodialisa (HD) rutin diartikan sebagai pasien gagal ginjal kronik yang menjalani tindakan hemodialisi dengan 2 atau 3 kali seminggu, sekurang-kurangnya sudah berlangsung selama 3 bulan secara kontinue2. Pada pasien GGK yang menjalani HD rutin sering mengalami kelebihan volume cairan dalam tubuh, hal ini disebabkan penurunan fungsi ginjal dalam mengekresikan cairan. Meskipun pasien GGK pada awal menjalani HD sudah diberikan penyuluhan kesehatan untuk mengurangi asupan cairan selama sehari, akan tetapi pada terapi HD berikutnya masih sering terjadi pasien datang dengan keluhan sesak napas akibat kelebihan volume cairan tubuh yaitu kenaikan melebihi dari 5 % dari berat badan kering pasien3. Faktor dominan yang mempengaruhi kepatuhan dalam mengurangi asupan cairan belum diketahui dengan pasti, hal ini dipengaruhi oleh multi faktor yang berperan penting.
Kondisi yang ada pada rumah sakit Abdul Moeloek bulan Mei 2004 adalah Kenaikan berat badan yang melebihi antara waktu dialisis sebanyak 43 % dari jumlah penderita.
Kepatuhan pasien dalam mengurangi asupan cairan dirasakan masih kurang oleh kebanyakan perawat ruangan hemodialisa, merupakan salah satu prioritas utama diagnosa keperawatan yang ditegakkan dalam memberikan pelayanan keperawatan, pasien GGK yang menjalani HD rutin di rumah sakit panti rapih 64,29 % penderita GGK tidak patuh dalam mengurangi asupan cairan4. Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan dalam mengurangi asupan cairan yang mungkin timbul antara orang dengan latar belakang atau karekteristik fisiologis yang berbeda, sebagai sumbangan alternatif pemecahan masalah pada pasien.

SUBYEK DAN METODE

Yang menjadi subjek pada penelitian adalah penderita GGK yang menjalani terapi hemodialisis. Total responden sebanyak 52 orang dari jumlah populasi 61 orang, dengan memakai perhitungan sampel dengan jenis aksidental. Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui faktor-faktor karakteristik pasien yang mempengaruhi kepatuhan dalam mengurangi asupan cairan dan faktor keterlibatan orang lain yang mempengaruhi kepatuhan dalam mengurangi asupan cairan pada penderita gagal ginjal kronnik yang menjalani hemodialisis di RSUD. Dr. H. Abdul Moeloek bandar Lampung.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian non eksperimen dengan metode deskriptif analitik dengan rancangan cross sectional. Pengumuplan data selain menggunakan instrumen kuesioner yang dibagikan langsung kepada responden, peneliti juga menggunakan lembar angket untuk menganalisa kepatuhan dalam mengurangi asupan cairan selama 3 hari berturut-turut.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari 52 responden peneliti mendapatkan 67,3% penderita yang patuh dan 32,7% penderita yang tidak patuh dalam mengurangi asupan cairan pada rumah sakit Abdul Moeloek Bandar Lampung, angka ini lebih rendah dari penelitiannya Siwi ikaristi yang mengatakan 64,29% penderita GGK tidak patuh dalam mengurangi asupan cairan pada rumah sakit Panti Rapih Yogyakarta.

1. Faktor usia
Pada penelitian ini didapat hasil uji analisis T-test antara usia yang patuh dengan usia yang tidak patuh dengan nilai (sig) atau þ= 0,088 berarti tidak ada pengaruh antara usia pasien dengan kepatuhan dalam mengurangi asupan cairan.
Hal ini dikarenakan baik pada penderita yang patuh maupun yang tidak patuh memiliki faktor yang lebih dominan dalam mempengaruhi kepatuhan asupan cairan. Ketaatan merupakan suatu hal yang menetap dan bersifat problematis, usia merupakan lamanya individu menjalani kehidupan. Pada usia yang lebih tua belum tentu akan lebih mengetahui bila tidak ditunjang dengan pengetahuan dan pengalaman yang pernah dialami, sementara pada penderita yang tidak patuh dipandang sebagai seorang yang lalai lebih mengalami depresi, ansietas, sangat memperhatikan kecemasannya , dan memiliki keyakinan ego yang lebih lemah ditandai dengan kekurangan dalam hal pengendalian diri sendiri dan kurangnya penguasaan terhadap lingkungan, dan bukan hanya karena pengaruh tingkat usia penderita.
Hasil ini didukung oleh pendapat Dunbar & Waszak (1990) yang menunjukkan bahwa ketaatan terhadap aturan pengobatan pada anak-anak dan remaja merupakan persoalan yang sama dengan ketaatan pada pasien dewasa5.
Pada penelitian ini didapat penderita yang patuh rata-rara usia 52 tahun dan penderita yang tidak patuh rata-rata usia 46 tahun, ini bukan berarti usia lebih tua cenderung patuh dan sebaliknya usia lebih muda cenderung tidak patuh.

pendidikan penderita yang patuh 74,3% untuk pendidikan SMA keatas ternyata lebih tinggi dibandingkan dengan pendidikan pada penderita yang tidak patuh yaitu 64,6%. Hasil uji analisis Mann Whitney U- test antara yang patuh dengan yang tidak patuh dengan nilai ( sig) atau þ= 0,000 berarti ada pengaruh antara pendidikan pada pasien dengan kepatuhan.
Pada penderita yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas juga memungkinkan pasien itu dapat mengontrol dirinya dalam mengatasi masalah yang di hadapi, mempunyai rasa percaya diri yang tinggi, berpengalaman, dan mempunyai perkiraan yang tepat bagaimana mengatasi kejadian serta mudah mengerti tentang apa yang dianjurkan oleh petugas kesehatan, akan dapat mengurangi kecemasan sehingga dapat membantu individu tersebut dalam membuat keputusan. Hasil penelitian ini didukung dengan teori dimana pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya suatu tindakan, perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng daripada yang tidak didasari pengetahuan6.

3. Faktor lama menjalani HD
Lama menjalani HD lebih dari 1 tahun pada penderita yang patuh lebih besar yaitu 68,6% dibandingkan dengan penderita yang tidak patuh yaitu 53,0%. Hasil uji analisis Mann Whitney U- test antara yang patuh dengan yang tidak patuh dengan nilai ( sig) atau þ= 0,000 lebih kecil dari 0,05 yang berarti ada pengaruh antara lama menjalani HD dengan kepatuhan.
Pada awal menjalani HD respon pasien seolah-olah tidak menerima atas kehilangan fungsi ginjalnya, marah dengan kejadian yang ada dan merasa sedih dengan kejadian yang dialami sehingga memerlukan penyesuaian diri yang lama terhadap lingkungan yang baru dan harus menjalani HD dua kali seminggu. Waktu yang diperlukan untuk beradaptasi masing-masing pasien berbeda lamanya, semakin lama pasien menjalani HD adaptasi pasien semakin baik karena pasien telah mendapat pendidikan kesehatan atau informasi yang diperlukan semakin banyak dari petugas kesehatan.
Hal ini didukung oleh pernyataan bahwa semakin lama pasien menjalani HD, semakin patuh dan pasien yang tidak patuh cenderung merupakan pasien yang belum lama menjalani HD, karena pasien sudah mencapai tahap accepted (menerima) dengan adanya pendidikan kesehatan dari petugas kesehatan7.

2. Faktor Keterlibatan tenaga kesehatan.
Pada penderita yang patuh keterlibatan tenaga kesehatan dalam kategori baik 82,9 % sedangkan pada penderita yang tidak patuh dalam kategori sedang 58,2%. Didapat hasil uji analisis Mann Whitney U- test antara keterlibatan tenaga kesehatan pada penderita yang patuh dengan penderita yang tidak patuh berdasarkan kategori diatas dengan nilai ( sig) atau þ= 0,002 lebih kecil dari 0,05 yang berarti ada pengaruh antara keterlibatan tenaga kesehatan dengan kepatuhan pasien dalam mengurangi asupan cairan.
Keterlibatan tenaga kesehatan sangat diperlukan oleh pasien dalam hal sebagai pemberi pelayanan kesehatan, penerimaan informasi bagi pasien dan keluarga, serta rencana pengobatan selanjutnya. Berbagai aspek keterlibatan tenaga kesehatan dengan pasien misalnya informasi dengan pengawasan yang kurang, ketidakpuasan terhadap aspek hubungan emosional dan ketidakpuasan terhadap pelayanan yang diberikan akan mempengaruhi ketaatan pada pasien. Hasil ini sesuai dengan pendapat bahwa kualitas interaksi antara profisional kesehatan dengan pasien merupakan bagian penting dalam menentukan derajat kepatuhan, orang-orang yang merasa menerima perhatian dari seseorang atau kelompok biasanya cenderung lebih mudah mengikuti nasehat medis daripada pasien yang kurang (merasa) mendapat dukungan sosial5.



5. Faktor keterlibatan keluarga pasien
Pada penderita yang patuh didapat keterlibatan keluarganya angka tertinggi dalam kategori baik yaitu 88,5% sedangkan pada penderita yang tidak patuh didapat juga angka tertinggi dalam kategori baik yaitu 70,6%. Perbedaan antara keterlibatan keluarga pada penderita yang patuh dengan yang tidak patuh dengan nilai ( sig) atau þ= 0,130 lebih besar dari 0,05 yang berarti tidak ada pengaruh antara keterlibatan keluarga dengan kepatuhan pasien dalam mengurangi asupan cairan.
Pada penderita yang patuh lebih mempunyai kepercayaan pada kemampuannya sendiri untuk mengendalikan aspek permasalahan yang sedang dialami, ini dikarenakan individu memiliki faktor internal yang lebih dominan seperti tingkat pendidikan yang tinggi, pengalaman yang pernah dialami, dan konsep diri yang baik akan membuat individu lebih dapat mengambil keputusan yang tepat dalam mengambil mengambil tindakan, sementara keterlibatan keluarga dapat diartikan sebagai suatu bentuk hubungan sosial yang bersifat menolong dengan melibatkan aspek perhatian, bantuan dan penilaian dari keluarga. Schwarzt and Griffin (1995), mengatakan perilaku kepatuhan tergantung pada situasi klinis spesifik, sifat alam penyakit, dan program pengobatan5.
Berbeda dengan pernyataan Baekeland & Luddwall (1975) bahwa keluarga juga merupakan faktor yang berpengaruh dalam menentukan program pengobatan pada pasien, derajat dimana seseorang terisolasi dari pendampingan orang lain, isolasi sosial secara negatif berhubungan dengan kepatuhan5.



Kesimpulan

Ada beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan dalam mengurangi asupan cairan adalah sebagai berikut:
a. Faktor Karakteristik pasien
1. Faktor Usia tidak mempengaruhi kepatuhan dalam mengurangi asupan cairan.
2. Faktor Pendidikan mempengaruhi kepatuhan dalam mengurangi asupan cairan.
3. Faktor Lama menjalani terapi HD mempengaruhi kepatuhan dalam mengurangi asupan cairan.
b. Faktor keterlibatan orang lain dengan pasien
1. Keterlibatan tenaga kesehatan mempengaruhi kepatuhan dalam mengurangi asupan cairan.
2. Keterlibatan Keluarga tidak mempengaruhi kepatuhan dalam mengurangi asupan cairan.
SARAN


1. Bagi Perawat
a. Perlu memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan dalam memberikan asuhan keperawatan, diantaranya faktor Pendidikan, Lama menjalani HD, dan keterlibatan tenaga kesehatan yang merupakan usaha perawat dalam memotivasi pasien supaya termotivasi untuk mengikuti anjuran.
2. Bagi Rumah Sakit
- Untuk meningkatkan pelayanan pada pasien HD yang berorientasi pada aspek fisik, psikologis, dan faktor yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pelayanan.
3. Bagi peneliti selanjutnya
- Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut terhadap faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi kepatuhan, dengan observasi langsung oleh peneliti sehingga mendapatkan data yang lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA


1. Sidabutar, 1983, Gagal ginjal Kronik: Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.

2. Susalit, E, 2003, disampaikan dalam Simposium Nasional Keperawatan Ginjal dan Hipertensi, Audotorium RSPAD Gatot Subroto, Jakarta.

3. Kresnawan, T, 2001, Pengatur Makanan (Diet) Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisa dengan terapi Konservatif dan terapi Pengganti, Instalasi gizi, RSCM, Jakarta.

4. Ikaristi, S, 2003, Kepatuhan Diet dan Kualitas Hidup penderita gagal ginjal Kronik yang dilakukan terapi Hemodialisa di Rumah sakit Panti Rapih, Skripsi, PSIK Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta.

5. Niven, N, 2002, Psikologi Kesehatan, Edisi II, Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

6.Notoatmodjo, S. 1985, Pengantar ilmu perilaku Kesehatan, Badan Penerbit Kesehatan Masyasrakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Jakarta.

7. Kubler-Ross, E, 1998, on Death and Dying (Kematian sebagai Bagian Kehidupan), PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

1. Notoatmodjo S. 2002. Metode penelitian Kesehatan. Rhineka Cipta, Jakarta.