Minggu, 16 November 2008

ASUHAN GAGAL GINJAL KRONIK

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN
DALAM MENGURANGI ASUPAN CAIRAN PADA PENDERITA
GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISIS
DI RSUD Dr. H. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG
Oleh : Akhmad Sapri

LATAR BELAKANG

Gagal ginjal kronik (GGK) adalah merupakan menurunnya fungsi ginjal yang berlangsung lama dan bertahap, sifatnya progresif dengan kreatinin klirens1. Penurunan atau kegagalan fungsi ginjal berupa fungsi ekskresi, fungsi pengaturan, dan fungsi hormonal dari ginjal. Sebagai kegagalan sistem sekresi menyebabkan menumpuknya zat-zat toksik dalam tubuh yang kemudian menyebabkan sindroma uremia. Terapi pengganti pada pasien GGK dapat mempertahankan hidup sampai beberapa tahun. Salah satu terapi pengganti adalah Hemodialisis (HD) yang bertujuan menggantikan fungsi ginjal sehingga dapat memperpanjang kelangsungan hidup dan memperbaiki kualitas hidup pada penderita gagal ginjal kronik.
Pasien Hemodialisa (HD) rutin diartikan sebagai pasien gagal ginjal kronik yang menjalani tindakan hemodialisi dengan 2 atau 3 kali seminggu, sekurang-kurangnya sudah berlangsung selama 3 bulan secara kontinue2. Pada pasien GGK yang menjalani HD rutin sering mengalami kelebihan volume cairan dalam tubuh, hal ini disebabkan penurunan fungsi ginjal dalam mengekresikan cairan. Meskipun pasien GGK pada awal menjalani HD sudah diberikan penyuluhan kesehatan untuk mengurangi asupan cairan selama sehari, akan tetapi pada terapi HD berikutnya masih sering terjadi pasien datang dengan keluhan sesak napas akibat kelebihan volume cairan tubuh yaitu kenaikan melebihi dari 5 % dari berat badan kering pasien3. Faktor dominan yang mempengaruhi kepatuhan dalam mengurangi asupan cairan belum diketahui dengan pasti, hal ini dipengaruhi oleh multi faktor yang berperan penting.
Kondisi yang ada pada rumah sakit Abdul Moeloek bulan Mei 2004 adalah Kenaikan berat badan yang melebihi antara waktu dialisis sebanyak 43 % dari jumlah penderita.
Kepatuhan pasien dalam mengurangi asupan cairan dirasakan masih kurang oleh kebanyakan perawat ruangan hemodialisa, merupakan salah satu prioritas utama diagnosa keperawatan yang ditegakkan dalam memberikan pelayanan keperawatan, pasien GGK yang menjalani HD rutin di rumah sakit panti rapih 64,29 % penderita GGK tidak patuh dalam mengurangi asupan cairan4. Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan dalam mengurangi asupan cairan yang mungkin timbul antara orang dengan latar belakang atau karekteristik fisiologis yang berbeda, sebagai sumbangan alternatif pemecahan masalah pada pasien.

SUBYEK DAN METODE

Yang menjadi subjek pada penelitian adalah penderita GGK yang menjalani terapi hemodialisis. Total responden sebanyak 52 orang dari jumlah populasi 61 orang, dengan memakai perhitungan sampel dengan jenis aksidental. Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui faktor-faktor karakteristik pasien yang mempengaruhi kepatuhan dalam mengurangi asupan cairan dan faktor keterlibatan orang lain yang mempengaruhi kepatuhan dalam mengurangi asupan cairan pada penderita gagal ginjal kronnik yang menjalani hemodialisis di RSUD. Dr. H. Abdul Moeloek bandar Lampung.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian non eksperimen dengan metode deskriptif analitik dengan rancangan cross sectional. Pengumuplan data selain menggunakan instrumen kuesioner yang dibagikan langsung kepada responden, peneliti juga menggunakan lembar angket untuk menganalisa kepatuhan dalam mengurangi asupan cairan selama 3 hari berturut-turut.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari 52 responden peneliti mendapatkan 67,3% penderita yang patuh dan 32,7% penderita yang tidak patuh dalam mengurangi asupan cairan pada rumah sakit Abdul Moeloek Bandar Lampung, angka ini lebih rendah dari penelitiannya Siwi ikaristi yang mengatakan 64,29% penderita GGK tidak patuh dalam mengurangi asupan cairan pada rumah sakit Panti Rapih Yogyakarta.

1. Faktor usia
Pada penelitian ini didapat hasil uji analisis T-test antara usia yang patuh dengan usia yang tidak patuh dengan nilai (sig) atau þ= 0,088 berarti tidak ada pengaruh antara usia pasien dengan kepatuhan dalam mengurangi asupan cairan.
Hal ini dikarenakan baik pada penderita yang patuh maupun yang tidak patuh memiliki faktor yang lebih dominan dalam mempengaruhi kepatuhan asupan cairan. Ketaatan merupakan suatu hal yang menetap dan bersifat problematis, usia merupakan lamanya individu menjalani kehidupan. Pada usia yang lebih tua belum tentu akan lebih mengetahui bila tidak ditunjang dengan pengetahuan dan pengalaman yang pernah dialami, sementara pada penderita yang tidak patuh dipandang sebagai seorang yang lalai lebih mengalami depresi, ansietas, sangat memperhatikan kecemasannya , dan memiliki keyakinan ego yang lebih lemah ditandai dengan kekurangan dalam hal pengendalian diri sendiri dan kurangnya penguasaan terhadap lingkungan, dan bukan hanya karena pengaruh tingkat usia penderita.
Hasil ini didukung oleh pendapat Dunbar & Waszak (1990) yang menunjukkan bahwa ketaatan terhadap aturan pengobatan pada anak-anak dan remaja merupakan persoalan yang sama dengan ketaatan pada pasien dewasa5.
Pada penelitian ini didapat penderita yang patuh rata-rara usia 52 tahun dan penderita yang tidak patuh rata-rata usia 46 tahun, ini bukan berarti usia lebih tua cenderung patuh dan sebaliknya usia lebih muda cenderung tidak patuh.

pendidikan penderita yang patuh 74,3% untuk pendidikan SMA keatas ternyata lebih tinggi dibandingkan dengan pendidikan pada penderita yang tidak patuh yaitu 64,6%. Hasil uji analisis Mann Whitney U- test antara yang patuh dengan yang tidak patuh dengan nilai ( sig) atau þ= 0,000 berarti ada pengaruh antara pendidikan pada pasien dengan kepatuhan.
Pada penderita yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas juga memungkinkan pasien itu dapat mengontrol dirinya dalam mengatasi masalah yang di hadapi, mempunyai rasa percaya diri yang tinggi, berpengalaman, dan mempunyai perkiraan yang tepat bagaimana mengatasi kejadian serta mudah mengerti tentang apa yang dianjurkan oleh petugas kesehatan, akan dapat mengurangi kecemasan sehingga dapat membantu individu tersebut dalam membuat keputusan. Hasil penelitian ini didukung dengan teori dimana pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya suatu tindakan, perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng daripada yang tidak didasari pengetahuan6.

3. Faktor lama menjalani HD
Lama menjalani HD lebih dari 1 tahun pada penderita yang patuh lebih besar yaitu 68,6% dibandingkan dengan penderita yang tidak patuh yaitu 53,0%. Hasil uji analisis Mann Whitney U- test antara yang patuh dengan yang tidak patuh dengan nilai ( sig) atau þ= 0,000 lebih kecil dari 0,05 yang berarti ada pengaruh antara lama menjalani HD dengan kepatuhan.
Pada awal menjalani HD respon pasien seolah-olah tidak menerima atas kehilangan fungsi ginjalnya, marah dengan kejadian yang ada dan merasa sedih dengan kejadian yang dialami sehingga memerlukan penyesuaian diri yang lama terhadap lingkungan yang baru dan harus menjalani HD dua kali seminggu. Waktu yang diperlukan untuk beradaptasi masing-masing pasien berbeda lamanya, semakin lama pasien menjalani HD adaptasi pasien semakin baik karena pasien telah mendapat pendidikan kesehatan atau informasi yang diperlukan semakin banyak dari petugas kesehatan.
Hal ini didukung oleh pernyataan bahwa semakin lama pasien menjalani HD, semakin patuh dan pasien yang tidak patuh cenderung merupakan pasien yang belum lama menjalani HD, karena pasien sudah mencapai tahap accepted (menerima) dengan adanya pendidikan kesehatan dari petugas kesehatan7.

2. Faktor Keterlibatan tenaga kesehatan.
Pada penderita yang patuh keterlibatan tenaga kesehatan dalam kategori baik 82,9 % sedangkan pada penderita yang tidak patuh dalam kategori sedang 58,2%. Didapat hasil uji analisis Mann Whitney U- test antara keterlibatan tenaga kesehatan pada penderita yang patuh dengan penderita yang tidak patuh berdasarkan kategori diatas dengan nilai ( sig) atau þ= 0,002 lebih kecil dari 0,05 yang berarti ada pengaruh antara keterlibatan tenaga kesehatan dengan kepatuhan pasien dalam mengurangi asupan cairan.
Keterlibatan tenaga kesehatan sangat diperlukan oleh pasien dalam hal sebagai pemberi pelayanan kesehatan, penerimaan informasi bagi pasien dan keluarga, serta rencana pengobatan selanjutnya. Berbagai aspek keterlibatan tenaga kesehatan dengan pasien misalnya informasi dengan pengawasan yang kurang, ketidakpuasan terhadap aspek hubungan emosional dan ketidakpuasan terhadap pelayanan yang diberikan akan mempengaruhi ketaatan pada pasien. Hasil ini sesuai dengan pendapat bahwa kualitas interaksi antara profisional kesehatan dengan pasien merupakan bagian penting dalam menentukan derajat kepatuhan, orang-orang yang merasa menerima perhatian dari seseorang atau kelompok biasanya cenderung lebih mudah mengikuti nasehat medis daripada pasien yang kurang (merasa) mendapat dukungan sosial5.



5. Faktor keterlibatan keluarga pasien
Pada penderita yang patuh didapat keterlibatan keluarganya angka tertinggi dalam kategori baik yaitu 88,5% sedangkan pada penderita yang tidak patuh didapat juga angka tertinggi dalam kategori baik yaitu 70,6%. Perbedaan antara keterlibatan keluarga pada penderita yang patuh dengan yang tidak patuh dengan nilai ( sig) atau þ= 0,130 lebih besar dari 0,05 yang berarti tidak ada pengaruh antara keterlibatan keluarga dengan kepatuhan pasien dalam mengurangi asupan cairan.
Pada penderita yang patuh lebih mempunyai kepercayaan pada kemampuannya sendiri untuk mengendalikan aspek permasalahan yang sedang dialami, ini dikarenakan individu memiliki faktor internal yang lebih dominan seperti tingkat pendidikan yang tinggi, pengalaman yang pernah dialami, dan konsep diri yang baik akan membuat individu lebih dapat mengambil keputusan yang tepat dalam mengambil mengambil tindakan, sementara keterlibatan keluarga dapat diartikan sebagai suatu bentuk hubungan sosial yang bersifat menolong dengan melibatkan aspek perhatian, bantuan dan penilaian dari keluarga. Schwarzt and Griffin (1995), mengatakan perilaku kepatuhan tergantung pada situasi klinis spesifik, sifat alam penyakit, dan program pengobatan5.
Berbeda dengan pernyataan Baekeland & Luddwall (1975) bahwa keluarga juga merupakan faktor yang berpengaruh dalam menentukan program pengobatan pada pasien, derajat dimana seseorang terisolasi dari pendampingan orang lain, isolasi sosial secara negatif berhubungan dengan kepatuhan5.



Kesimpulan

Ada beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan dalam mengurangi asupan cairan adalah sebagai berikut:
a. Faktor Karakteristik pasien
1. Faktor Usia tidak mempengaruhi kepatuhan dalam mengurangi asupan cairan.
2. Faktor Pendidikan mempengaruhi kepatuhan dalam mengurangi asupan cairan.
3. Faktor Lama menjalani terapi HD mempengaruhi kepatuhan dalam mengurangi asupan cairan.
b. Faktor keterlibatan orang lain dengan pasien
1. Keterlibatan tenaga kesehatan mempengaruhi kepatuhan dalam mengurangi asupan cairan.
2. Keterlibatan Keluarga tidak mempengaruhi kepatuhan dalam mengurangi asupan cairan.
SARAN


1. Bagi Perawat
a. Perlu memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan dalam memberikan asuhan keperawatan, diantaranya faktor Pendidikan, Lama menjalani HD, dan keterlibatan tenaga kesehatan yang merupakan usaha perawat dalam memotivasi pasien supaya termotivasi untuk mengikuti anjuran.
2. Bagi Rumah Sakit
- Untuk meningkatkan pelayanan pada pasien HD yang berorientasi pada aspek fisik, psikologis, dan faktor yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pelayanan.
3. Bagi peneliti selanjutnya
- Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut terhadap faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi kepatuhan, dengan observasi langsung oleh peneliti sehingga mendapatkan data yang lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA


1. Sidabutar, 1983, Gagal ginjal Kronik: Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.

2. Susalit, E, 2003, disampaikan dalam Simposium Nasional Keperawatan Ginjal dan Hipertensi, Audotorium RSPAD Gatot Subroto, Jakarta.

3. Kresnawan, T, 2001, Pengatur Makanan (Diet) Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisa dengan terapi Konservatif dan terapi Pengganti, Instalasi gizi, RSCM, Jakarta.

4. Ikaristi, S, 2003, Kepatuhan Diet dan Kualitas Hidup penderita gagal ginjal Kronik yang dilakukan terapi Hemodialisa di Rumah sakit Panti Rapih, Skripsi, PSIK Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta.

5. Niven, N, 2002, Psikologi Kesehatan, Edisi II, Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

6.Notoatmodjo, S. 1985, Pengantar ilmu perilaku Kesehatan, Badan Penerbit Kesehatan Masyasrakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Jakarta.

7. Kubler-Ross, E, 1998, on Death and Dying (Kematian sebagai Bagian Kehidupan), PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

1. Notoatmodjo S. 2002. Metode penelitian Kesehatan. Rhineka Cipta, Jakarta.

Tidak ada komentar: